Kamis, 28 Mei 2009

Permasalahan dunia Pendidikan di Indonesia

Persoalan utama yang membuat pendidikan di Indonesia tertinggal jauh adalah: Kurang optimalnya pelaksanaan sistem pendidikan (yang sebenarnya sudah cukup baik) di lapangan yang disebabkan sulitnya menyediakan guru-guru berbobot untuk mengajar di daerah-daerah.Sebenarnya kurikulum Indonesia tidaklah kalah dari kurikulum di negara maju, tetapi pelaksanaannya yang masih jauh dari optimal. Implementasi pendidikan yang kurang benar.

Kurang sadarnya masyarakat mengenai betapa pentingnya pendidik dalam membentuk generasi mendatang sehingga profesi ini tidak begitu dihargai dan dipandang sebelh mata. Kultur belajar bukanlah masalah utama tetapi kultur masyarakat secara keseluruhan karena tidak disadarinya pendidikan adalah investasi bangsa. Terlalu seringnya sistem pendidikan digonta-ganti tergantung kondisi politik, padahal itu bukanlah masalah utama, yg menjadi masalah utama adalah pelaksanaan di lapangan yang kurang optimal. Kurangnya pemerataan di daerah, terbatasnya fasilitas untuk pembelajaran baik bagi pengajar dan yg belajar. Hal ini terkait terbatasnya dana pendidikan yg disediakan pemerintah.

Dari semua point yang diungkapkan diatas sudah disadari oleh semua pihak mulai pakar pendidikan, pemerintah, dan orang tua siswa/mahasiswa. Tapi mengapa mereka terutama pemerintah terkesan enggan untuk menginvestasikan APBN-nya untuk pendidikan. Apa mungkin tidak percaya terhadap pengelolah pendidikan, yang memang hobi memanipulasi itu? Atau pura-pura tidak tahu karena garapan pendidikan hasilnya tidak bisa segera dilihat selama masa kekuasaannya? Atau karena memang sudah diketahui bahwa dana besar kalo guru tidak berbobot hasilnya tetep nol? Tapi kalo iya mengapa rekrutmen pendidik yg saat ini saya rasa lebih buruk tetep dilanjutkan gara2 desekan arus bawah. Saat ini guru banyak direkrut dari lulusan S-1 non pendidikan yg kemudian membeli “akta IV” di “kampus kali lima” dengan hanya membayar kisaran 2 juta saja.Banyak sekali kegiatan yg dilakukan depdiknas untuk meningkatkan bobot guru, tetapi tindak lanjut yg nol besar dari kegiatan semacam penataran, sosialisasi, atau apalah namanya. Jadi terkesan yang penting kegiatan itu terlaksana selanjutnya terserah mau kinerja lebih baik atau tidak mereka gak perduli. Jika kondisi semacam itu tidak diubah untuk diperbaiki kecil harapan pendidikan bisa lebih maju/baik. Pendidikan jika dipolitisir maka sampai kapanpun pendidikan Indonesia sulit untuk maju. Memang ada beberapa sekolah sudah terpandang, namun dibandingkan populasi sekolah yang ada sangat tidak singnifikan. Selama ini kesan kuat bahwa pendidikan yang berkualitas mesti bermodal/berbiaya besar. Tapi oleh pemerintah itu tidak ditanggapi, kita lihat saja anggaran pendidikan dalam APBN itu. Padahal semua tahu bahwa pendidikan akan membaik jika gurunya berbobot dan cukup dana untuk memfasilitasi kegiatan pembelajaran.

I ni sebenarnya sudah kita sadari semua. Dan yang paling bertanggung jawab untuk membenahi ini adalah tentu saja pemerintah. Karena Pemerintah memiliki power untuk itu semua.

Mulai dari membenahi Perguruan tinggi yang menghasilkan Sarjana Kependidikan baik itu dari FKIP/STKIP ataupun Program Akta-IV, haruslah memiliki standar yang jelas dan tidak gampangan. Coba bisa bandingkan saja pada USM perguruan TInggi, standar nilai untuk masuk FKIP dg jurusan lain (terutama Kedokteran, Teknik dll) apakah memiliki skor yang cukup signifikan diatas? atas signifikan dibawah?

Perekrutan tenaga guru untuk menjadi pengajar di daerah (PNS) yang sekarang ini menjadi primadona di berbagai daerah, tidak lepas dari bau KKN, walaupun memang yang namanya perekrutan hampir semua tenaga PNS tidak pernah lepas dari KKN.

Membludaknya peminat profesi tenaga pengajar sebagai PNS, sebenarnya bukan dilandasi keinginan mengabdi bagi KEMAJUAN PENDIDIKAN BANGSA, akan tetapi karena ketidakmampuan bersaing di bidang lain yang notabene mempunyai persaingan yang lebih ketat dan lebih fair jika ditinjau dari skill, pengalaman maupun kinerja yang dituntut.

Selain itu tentu saja anggaran pendidikan yang harus lebih tingkatkan dari yang sudah ada, dan juga peruntukannya juga harus sesuai dengan kebutuhan pendidikan itu sendiri bukan kebutuhan pribadi para pejabatnya. Bisa dilihat apakah anggaran yang dibuat benar-benar berpihak kepada kemajuan pendidikan atau hanya “membuat berat” pundit-pundi simpanan pribadi pejabat?

Disini dituntut transparansi anggaran yang memang sudah seharusnya supaya kita (sebagai rakyat) mengetahui kemana Uang Milik Bersama Itu “Dihabiskan”.

Nah untuk kita-kita yang ikut merasa peduli dengan masalah pendidikan, dalam skala kecil kita wajib memanage urusan pendidikan khsusunya untuk putra/i kita dengan memperhatikan perkembangan mereka. Apakah sudah sesuai dengan pola/tolak ukur yang ingin kita capai. Indikatornya macam-macam tergantung kebutuhan kita. Putra/i kita yang masih SD tentu saja relatif berbeda dengan kakaknya yg di perguruan tinggi. Nah, sudah menjadi tanggung jawab kita juga di sekolah manapun putra/i kita di-didik, kita juga harus ikut membantu guru mengawasi perkembangan putra/i.

Maju Pendidikan di Indoneseia ku, Bangkit dunia Pendidikan Indonesia.

INDONESIA BISA !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar